POJOK SISWA
Rasisme”
Seperti yang bisa kita lihat, rasisme telah muncul kembali, dan
parahnya, kali ini dalam kalangan pelajar. Nah, kali ini saya akan
membahas tentang rasisme, terutama dampaknya.
Sebelum kita bahas tentang rasisme, mari kita lihat dulu sebenarnya apa sih definisi RASISME
Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusiamenentukan
pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih
superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.
Seperti yang bisa kalian lihat, Rasisme adalah salah satu bentuk
pelecehan SARA, dan rasisme yang kuat berdampak fatal terhadap
kehidupan, terutama hubungan sosial antar masyarakat. Rasisme telah
menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida,
di masa yang lalu. Sekarang (Di indonesia), rasisme hanya terlihat dari
peperangan antar suku saja, tapi belakangan ini, telah muncul beberapa
orang rasis terhadap AGAMA. Suku, Ras, Agama, antar bangsa, sekarang
yang paling berbahaya pastinya Agama. karena di seluruh dunia, AGAMA
adalah penyatu sekaligus pemisah, dan bersifat cukup global.
Rasisme bisa dilihat dari berbagai segi. Tingkah laku, seperti
menjauhi, mengucilkan, membunuh, merampok yang tidak disukai. Ucapan,
bukan hanya secara lisan, tapi terutama tertulis, dan tertulisnya di
media massa (Koran, majalah, dll.) dan Jejaringan sosial (Facebook,
Twitter, MySpace).
Menyikapi hal ini, kita sebagai pelajar tentunya harus sepenuhnya
menghindarinya. Sulit sekali menghilangkan Rasisme setelah kita sudah
mengalaminya, karena rasisme biasanya berdasar pada rasa benci, jijik,
atau marah. Maka jagalah relasi terhadap sesama dengan baik, bergaulah
dengan mereka yang beda suku, ras, atau agama, tapi hindarilah
topik-topik tersebut saat berinteraksi. Dengan banyaknya interaksi
terhadap berbagai macam orang, kita tentunya akan pelan pelan mengenal
tradisi atau budaya mereka, yang sebenarnya baik.
Berikut sebuah artikel mengenai rasisme yang mulai muncul kembali: (oleh catatan harian Bimo)
Ini terjadi kurang lebih 9 hari yang lalu, tepatnya pada malam hari
tanggal 7 Oktober 2011, setelah saya menghadiri acara Pasar Malam 2011
di Calgary.
Ketika itu saya membawa beberapa teman baik saya untuk ikut
menghadiri acara Pasar Malam tersebut, dengan niatan agar mereka bisa
mendapatkan kesan pertama yang baik tentang Indonesia melalui sajian
kuliner dan budaya. Dua diantaranya berasal dari Korea Selatan, satu
dari Tiongkok, dan satu lagi Chinese-Canadian. Jelas, kami tampak seperti segerombolan orang Asia.
Singkat cerita, setelah puas dengan acara Pasar Malam, kami berlekas
pulang ke asrama. Kami ber-5 menunggu di sebuah halte bis. Waktu
menunjukkan sekitar pukul 9 malam.
Tiba-tiba, sebuah mobil Hyundai warna putih berisi dua bule paruh
baya melintas dan mengarah ke halte bis. Jendela samping dibuka, dan si
bule pun berteriak seenaknya, “F**K YOU ASIANS!!!” sambil menodong jari
tengahnya di hadapan kami ber-5.
Telinga panas dibuatnya. Ingin rasanya bule itu saya cekik lehernya
sampai meminta ampun. Ingin rasanya mobil itu saya remuk dalam-dalam
hingga menjadi besi rongsokan. Ingin. Tapi tidak saya lakukan. Tidak
bisa saya lakukan.
Tidak cukup disitu, mobil itu memutar balik. Si bule memanjat keluar dari jendelanya, dan mengulangi hate speech nya
dengan meneriakkan ungkapan yang sama, sambil tertawa terbahak-bahak.
Kami ber-5 tahu diri, dan mendiamkan saja. Saya hanya berharap agar
Tuhan berlaku adil bagi kita semua.
Sudah umum diketahui bahwa kondisi ekonomi di Amerika (termasuk
Kanada) dan Eropa sedang tidak sehat. Periode 2009 – 2010 menjadi saksi
begitu banyaknya warga Kanada dan Amerika Serikat yang diberhentikan
dari pekerjaannya, mulai dari pelayan restoran, teller bank, sampai
para insinyur dan eksekutif.
Bagi mereka (bule-bule) yang berpendidikan, PHK besar-besaran adalah
imbas dari situasi ekonomi dunia yang sedang tidak baik. Bagi sebagian
dari mereka yang kurang berpendidikan (sehingga berwawasan
sempit), saya berasumsi bahwa mereka menganggap PHK besar-besaran tidak
lain disebabkan oleh kehadiran para imigran (termasuk dari Asia) di
Kanada.
Tentu tidak semua berpemikiran demikian. Masyarakat Kanada,
ketimbang tetangga adidaya mereka, lebih menyadari bahwa masyarakat
Kanada pada dasarnya adalah masyarakat imigran. Bule Kanada tidak hanya
bermuasal dari para pengungsi Inggris, tetapi juga mereka yang lari
dari negara-negara seperti Kroasia, Rusia, Polandia, dan sebagainya.
Di dekade-dekade terakhir, demografi Kanada menjadi lebih beragam
dengan hadirnya imigran-imigran baru, umumnya dari Asia. Mereka banyak
yang memulai hidup baru dari bawah: imigran Cina menjadi pedagang,
imigran India memenuhi jalanan sebagai supir taksi, dan sebagainya.
Tapi seiring berjalannya waktu dan membaiknya taraf hidup masyarakat,
kini para imigran (dari Asia) dan warga negara Kanada keturunan Asia
telah banyak yang sukses dan berhasil dalam berbagai bidang kehidupan.
Banyak yang menduduki jabatan-jabatan vital dan strategis di
pemerintahan, bisnis dan industri, hingga militer.
Bagi para bule yang memang sedang terkena imbas krisis ekonomi dunia, khususnya mereka yang berhaluan white-supremacist,
kehadiran para imigran terkesan menjadi momok bagi perekonomian Kanada,
dan menjadi penyebab mereka kehilangan pekerjaan. Mungkin para imigran
cenderung memiliki etos kerja yang lebih baik. Atau mungkin mereka
memiliki kompetensi, kapasitas dan kemampuan yang lebih baik.
Tidak ayal, mungkin kedua bule tadi memang sedang bad mood saja, atau sedang mabuk. Tuhan Maha Tahu.
Memang dunia ini jauh dari ideal. Di atas kertas, Kanada tidak mentolerir rasisme danhate speech seperti
yang saya alami. Kenyataannya, bule-bule yang berhaluan demikian masih
saja berkeliaran di abad kini yang sudah demikian maju. Pun demikian di
T`nah Air. Indonesia tidak mentolerir terorisme dan separatisme. Tetapi
para teroris dan separatis masih berkeliaran di beberapa daerah.
Jikalau hal ini tidak terjadi secara langsung terhadap saya, mungkin
saya akan ‘cuek-bebek’ perihal rasisme ini. Tetapi karena kejahatan ini
men-target saya secara langsung, persepsi dan nilai-nilai saya pun
berubah. Memang tidak dipungkiri bahwa emosi juga yang ikut membesarkan
kemarahan saya. Apakah saya yang salah? Toh saya ini masih manusia
biasa, bukan artificial intelligence yang tidak ber-emosi.
POJOK SISWA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar